Halo Sastra! Apa Kau Baik-baik Saja di Revolusi Industri 4.0? (Lingkaran KOPDAR #1)
Halo Sastra! Apa kabarmu di sana? Akankah kau baik-baik saja? Hari
semakin menua, apakah kau masih kuat dan gagah? Apakah kau masih dapat merasakan
debur ombak di lautan, deru hujan badai, angin topan yang menerpa, dan melihat
matahari yang jingga? Masihkah kau bisa bersahabat dengan masa?
Sastra, kadang kau tampil dan
terlihat anggun dengan pernak-pernik majas yang menghiasimu. Kadang kau juga
begitu nikmat dengan diksimu, bak-coklat-hangat di kala derai hujan di luar
sana. Kadang kau juga begitu sederhana dengan kecerdasan yang kau tebarkan.
Kadang juga kau tampak buruk ketika murka sedang menghantuimu.
Sastra, kau sebenarnya begitu
kompleks. Namun semua orang menyukaimu, menyayangimu, bahkan kadang
menyanjungmu. Kau dapat menjadi nyawa di bumi yang fana ini. Bahkan kau pun
terkadang mengeluarkan pedang besar nan tajam sehingga dapat menghancurkan
dunia.
Dari dulu, hingga sekarang, kau
tetaplah menjadi primadona, Sastra. Hanya saja kau tampil dengan tampilan yang
berbeda pada setiap masanya. Dulu, sadarkah kau, ketika masih hadir di antara
pelepah kayu, batu, dinding-dinding, dan benda purba lainnya. Dulu kau tampak
kuno sekali, Sastra. Ya, kau tampil polos namun tetap bernas.
Kemudian, kau mulai menggeliat.
Kau tampil dengan cara yang spesial, pada beberapa carik kertas atau kain yang
hanya dapat dipunyai oleh beberapa orang saja. Ah, kau begitu limited edition kala itu. Kau ... masih
menjadi primadona.
Lantas, sepertinya orang semakin
menyanjungmu. Mereka ingin memilikimu. Ya, mereka penduduk bumi yang amat
banyak ini menginginkanmu. Kau pun masih tetap menjadi primadona, namun kau
mencoba membuat salinan yang menyerupaimu sebanyak mungkin. Agar hasrat orang
banyak yang ingin memilikimu pun terpenuhi. Kau masih primadona? Ya, tentu!
Sekarang bagaimana? Orang tak
hanya ingin memilikimu. Namun orang juga ingin menyerupaimu. Orang ingin
menjadi sepertimu, Sastra(wan). Mampukah kau melewati arus besar ini, Sastra?
Kami khawatir kau goyah ... kau tak mampu menopang dirimu di antara arus deras
itu ... hingga akhirnya kau pun terbawa arus, hilang ingatan, dan lupa jati
diri. Kami harap kau tak begitu, Sastra. Kami yakin, hanya kau seorang
Sastra(wan) yang dapat bertahan dengan keunikan, kreativitas, dan originalitas.
Ya, hanya kau yang mampu bertahan, tak tergerus oleh mesin. Jelasnya dengan pondasi yang kuat.
Sekarang masih boleh-kah kami cemas dan resah dengan posisimu sekarang? Tapi, sepertinya kecemasan dan keresahan seorang sastrawan Indonesia, Bang Benny Arnas, telah tertumpah dalam sebuah tulisan dengan judul ‘Menjadi Ceruk Lebar Tanpa Dasar dengan Saringan di Atasnya’. Resah dan cemas yang mungkin ia rasakan sepertinya tak patut jika hanya dipendam saja bakda menyelesaikan tulisannya itu. Ia menyampaikan pertama kali saat book club pertama di Bennyinstitute, Minggu, 20 Januari 2019, di antara tiga pemuda dan dua pemudi. Pertemuan yang berkesan. Namun sayangnya, listrik tak bersahabat sehingga pertemuan itu kandas karenanya. Ah, sudahlah, kami tak terlalu cemas dengan keadaanmu sekarang ... kami pun menyelesaikan pertemuan itu dengan anggukan takzim. Kau tetap menjadi primadona di hati kami, Sastra.
Sekarang masih boleh-kah kami cemas dan resah dengan posisimu sekarang? Tapi, sepertinya kecemasan dan keresahan seorang sastrawan Indonesia, Bang Benny Arnas, telah tertumpah dalam sebuah tulisan dengan judul ‘Menjadi Ceruk Lebar Tanpa Dasar dengan Saringan di Atasnya’. Resah dan cemas yang mungkin ia rasakan sepertinya tak patut jika hanya dipendam saja bakda menyelesaikan tulisannya itu. Ia menyampaikan pertama kali saat book club pertama di Bennyinstitute, Minggu, 20 Januari 2019, di antara tiga pemuda dan dua pemudi. Pertemuan yang berkesan. Namun sayangnya, listrik tak bersahabat sehingga pertemuan itu kandas karenanya. Ah, sudahlah, kami tak terlalu cemas dengan keadaanmu sekarang ... kami pun menyelesaikan pertemuan itu dengan anggukan takzim. Kau tetap menjadi primadona di hati kami, Sastra.
Comments
Post a Comment