Berimajinasi Bersama Novel Anti-Mainstream: Curriculum Vitae



Kata Anak Ayam: Ketika sebuah pedang dengan kilau terindah yang pernah kulihat tertancap di tubuhku, aku sebenarnya baru saja menikahimu. Sama halnya seperti membaca Novel CURRICULUM VITAE; 106 Urusan, 90 Perumpamaan, 11 Tokoh, dan Sepasang Kegembiraan. Ketika kamu mulai memutuskan untuk membaca novel ini maka bersiaplah, kamu akan dirasuki dengan hal yang tak biasa. Hingga akhirnya imajinasimu akan mengawini alam bawah sadarmu.

Yeay, buku ini aku dapatkan langsung dari penulisnya: Bang Benny Arnas plus tanda tangannya. Sebelumnya, aku ucapkan ‘terima kasih’ atas hadiah buku yang diberikan ini, Bang. Dari beberapa buku yang belum aku punya (karya beliau), Bang Benny merekomendasikan bukunya yang ini untukku. Maha karya novel yang telah menorehkan prestasi ini menjadi suguhan nikmat-nan-renyah di sela-sela rutinitasku. Ya, Curriculum Vitae adalah Pemenang Unggulan dalam Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta, 2016.

Novel ini diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2017. Curriculum Vitae merupakan buku solo Bang Benny yang ke-17. Buku dengan tebal 112 lembar + sampul (berisi 224 halaman) ini mempunyai gambar sampul yang penuh makna. Sebenarnya gambar yang disajikan cukup simpel: seorang manusia yang sedang berada dalam buku, sebuah dayung dan perahu (sepertinya itu perahu kayu) yang terlihat separuh, dan dua ekor unggas (bebek). Gambar yang simpel namun jika kita melihatnya secara keseluruhan, ilustrasi gambar ini mempunyai makna yang mendalam. Ilustrasi gambar tersebut akan membuat kita semakin penasaran dengan isinya.


Menurutku, ilustrasi gambar ini cukup mewakili isi cerita (hanya jika kamu telah benar-benar menghatamkan buku ini). Namun, jika disandingkan dengan judul novel yang tertulis tepat di bawah ilustrasi gambar, mungkin rasa penasaranmu akan semakin-semakin. Pertama-kali, aku pun mengira jika buku ini adalah cerita perjalan hidup seseorang dalam mengarungi sesuatu (baik itu perjalanan karir atau pendidikannya). Namun, setelah aku menceburkan imajinasiku dan kemudian bercampur dengan cerita novel ini, ternyata ceritanya tak hanya sebatas perjalanan hidup tapi lebih dari itu.

Awalnya, ketika aku membuka buku dengan kilat, buku ini tidak terlihat seperti novel pada umumnya. Bab-bab dalam novel ini disajikan sangat unik, dalam artian ada dalam satu bab cerita yang hanya berisikan satu paragraf dengan beberapa baris kalimat saja. Bahkan, seakan hanya membaca sebuah sajak namun bab ini tetap bercerita dan bermakna mendalam.

Mungkin maksud dari sang penulis, sebuah bab dalam novel tidak harus mendeskripsikan detail cerita secara frontal. Namun, menulis adalah juga karya seni, kita dapat membuat subuah cerita singkat namun penuh makna dan berarti (tidak harus panjang, detail, dan jelas). Dalam artian, ketika sang penulis ingin mendeskripsikan hal tersebut panjang-lebar, pastinya dapat ia lakukan. Namun, mungkin sang penulis benar-benar ingin membuat pembaca benar-benar mengekplorasikan imajinasinya ketika sedang membaca. Ya, mungkin hal ini berlaku bagi seorang yang kaya akan imajinasi dan mau berpikir. Namun, ketika seseorang tersebut sedang tidak ingin berimajinasi dan berpikir keras, bisa jadi cerita itu malah membuatnya bingung dan pesan pun tak tersampaikan.

Sebenarnya novel ini menyajikan cerita yang sederhana: cerita perjalanan cinta sepasang kekasih. Namun, cerita cinta mereka ini bukanlah cerita cinta biasa. Ya, tidak biasa. Bisa dikatakan ini adalah cerita perselingkuhan. Tokoh utama, seorang pria yang sudah berkeluarga (mempunyai istri dan anak) ini berani bermain api dengan seorang wanita. Mereka menjalin kasih hingga beranak-pinak. Perselingkuhan yang berhasil mereka lakoni. Yang aku tangkap, sosok wanita dalam cerita ini benar-benar wanita yang nakal. Memadu-kasih dengan sang pria secara diam-diam.

Novel ini mengisahkan runtutan cerita dari awal mereka bertemu; menjalin kasih; memadu kasih; menghadapi lika-liku hubungan; pasang-surut cinta-kasih; hingga akhirnya mereka menyatu. Ya, selayaknya bumbu cerita cinta.

Namun, yang aku bingungkan dari cerita ini adalah pemeran dalam cerita. Apakah memang mereka adalah manusia? Sepasang unggas? Atau siluman yang menjelma menjadi unggas? Walaupun ada bagian cerita yang menceritakan bahwa mereka adalah siluman. Namun, lebih banyak ke arah sisi manusianya. Bab terakhir pun mengungkapkan: Aku mencari cacing seraya sesekali menangkap kupu-kupu yang terbang rendah. Sementara kau mengajar anak-anak kita – yang baru saja menetas pekan lalu – berenang di sungai paling indah yang hanya bisa ditemukan oleh kita sekeluarga.

Lantas siapa mereka sebenarnya? Apakah kata ‘unggas’ atau ‘siluman’ hanyalah sebagai perumpamaan yang mengisyaratkan sesuatu? Atau memang dalam konotasi yang sebenarnya?! Aku belum bisa menarik benang merah dari hal ini. Namun, novel ini tetaplah kaya akan perumpamaan dan kalimat semantik yang terkadang membuai imajinasi kita berlarian nakal sesuka hati.

Maha karya unik dan tidak biasa ini belum pernah aku temui. Mulai dari sisi cerita, gaya penulisan, dan juga konsep novel, semua di-ramu dengan begitu apik. Ya, wajar saja jika novel ini berhasil menoreh prestasi. Dengan aroma ke-khas-an inilah aku merekomendasikan Novel Curriculum Vitae. Terutama bagi kamu yang lagi penat dengan novel mainstream. Curriculum Vitae jawabannya!

 

Comments

Popular

Menikmati Alaminya Wisata Danau dan DAM Gegas, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan

OPPO Service Center Lubuklinggau Siap Melayani Kamu

5 Tips Liburan Ala Film Brave (Walt Disney)

Puisi Resah Sang Pencari Kerja

Gajah Mada adalah Gaj Ahmada