Puisi Zuhud

Temangu aku dalam lamunan pagi.
Ah, pagi yang begitu dingin-wajar saja, ini lagi musim penghujan-.
Sedari pagi sudah melamun, sungguh konyol sekali.


Kiniku kembali dalam pangkuanmu: kota kelahiran.
Sungguh tak ada yang bisa menfsirkan jalan hidup yang katanya hanyalah buaian.
Entah kemarin dimana? Dan sekarang dimana?
Tak ada yang bisa menebak, hanya Ia yang tahu semuanya pun beserta alasannya.

Esok, nanti, aku tak tahu akan dimana dan bagaimana,
yang aku tahu, aku dituntut untuk terus melakukan yang terbaik sebisanya.
Karena yang terbaik hari ini adalah ada kemungkinan hari esok.
Kita tak hidup untuk masa lalu pun masa depan;
kita hidup untuk masa sekarang, denyut detik yang sekarang.

Sekarang, aku sedang menikmati hidup dalam puisi dunia yang indah.
Ya, hidup dalam puisi-puisi indah Tuhan.
Puisi yang berkata bahwa ‘diksi’ itu adalah pilihanmu.
‘Rima’ itu adalah bumbu hidupmu,
tapi jangan kau jadikan ‘majas’ sebagai penuntun hidupmu.
Dan semua ‘imaji’ yang kau ciptakan, patut diperjuangkan.

Semua kata-kata Tuhan memang merupakan puisi indah:
penuh nasihat, petuah, tuntunan pun perintah.
Tak jarang ‘semantik’ banyak ditemukan, karena saking indahnya puisi Tuhan yang tak terbatas.
Aku akui itu memang puisi ter indah sejagad raya. Lantas,
kata Bapak Wahyudi Siswanto, “Puisi merupakan karya yang dimaksudkan oleh pengarang sebagai puisi,
dan diterima dengan sama oleh pembaca”.
Dan aku menyelesaikan penyampaian puisi-puisi indah Tuhan ini dengan mencoba ber-zuhud.

Comments

Popular

OPPO Service Center Lubuklinggau Siap Melayani Kamu

Potret Wisata Air Terjun Watervang, Lubuklinggau, Sumatera Selatan, 2017: Terlihat Sangat Alami

13 Jenis Headline yang Mematikan dalam Copywriting

Lidah Mertua: Kumpulan Puisi yang Sangat Menggugah Hati

Lima Fakta yang Wajib Kamu ketahui Mengenai Kupu-kupu Gajah (Attacus atlas)