Kereta Muara Enim
Awalnya pada perhentian kereta api saat liburan. Wajah
kusam, pakaian retak seribu, panas menyengat. Kalau bukan karena masalah kereta
api yang mendapat masalah, mungkin takkan aku temui kisah indah mendatangkan
pahit ini.
“Fuh… batrei hp habis, panas, lengkap sangat
penderitaanku.” Celotehku sendiri didalam kereta, gerbong ekonomi ini. Aku
putuskan untuk keluar mencari udara segar. Aku lewati jalur tengah antara
kursi-kursi penumpang. Terlihat banyak penumpang yang keluar dari gerbong ini
dan sebagian penumpang tetap bertahan diposisinya sambil berkipas ria. Perlahan
kulewati jalur itu.
“praak….” Langsung aku tolehkan kepalaku ketempat
sumber suara yang tepat dibelakangku. Ternyata hp jatuh dari saku sampingku.
Memang saku samping celanaku tidak terlalu dalam, sehingga bukan hal yang aneh
jika hpku jatuh, dan ini pun bukan untuk pertama kalinya hpku keluar dari saku
samping.
“preek….” Belum sempat kuambil hpnya dari jalur itu.
Sekonyong-konyongnya seorang pria menginjak hpku yang tak berdaya itu.
“uwa… anjing loe, punya mata ga` sih,
dimana mata loe, pake dong tuh mata, eh… lihat donk ke bawah!” spontan
kuteriakkan pria itu sambil jongok memegang hpku.
“hey… gila loe lihat dong kebawah!” pria itupun
melirik kebawah dan masih dengan injakan kakinya ditempat. Tak hanya hp yang
diinjaknya tapi tangan kananku tak luput dari injakannya. Begitu melihat
kearahku, dengan cengirannya yang sok imut, seolah-olah tak bersalah.
“Maaf mbak, ga` sengaja, tidak kelihatan.”
“Eh… sumpeh loe, seenaknya panggil mbak, emang aku
siapa kamu! pake ga` kelihatan segala, emang punya mata ga` sih! Lihat nih, ga`
hanya hp yang kamu injak tapi jari tangan kananku juga!”
“Maaf banget, mbak…..! eh maaf salah bukan mbak kan?
Maaf dek…!”
“Kita selesaikan diluar!” bentakku dengan lototan mata
ke wajahnya. Aku iringi dia keluar sambil kupegang erat tangan kirinya. Dan tak
dipungkiri semua sorotan mata penumpang tertuju kapada kami. Dengan semangat menggebu aku ceramahi pria
tinggi kurus itu, yang tak kuketahui namaya. Masalah itu tak ingin aku
perpanjang. Setelah puas aku marahi pria itu, dan aku tinggalkan dia di jalur 2
pada rel kereta api.
Sekejap telah kutinggalkan pria tanpa nama itu. Akupun
duduk di tempat tunggu satsiun Muara Enim. Terlihat banyak penumpang yang hilir
mudik melewatiku. Kurebahkan tubuhku dikursi yang lumayan keras berwarna hijau
itu. Akupun kembali teringat dengan hpku yang malang itu. Aku rogoh saku kanan
celanaku, tak kutemui hp itu. Kembali kuperiksa pada saku kiri dan belakang
celana alhasil, nihil kudapat. Hpku hilang lagi.
Spontan pikirku langsung tertuju pada pria yang sok
imut itu.
“bug…!” tak sengaja aku menabrak seorang pria tinggi
kurus, berbaju hitam, celana jeans hitam, dan jaket hijau yang disampirkann di
atas bahunya.
“Eh… lihat-lihat dong kalau jalan!”
Geram melihat pria yang kembali kutemui.
“Lain kali, jalan lihat bawah dong. Ga` usah sombong
ya! Kembalikan hpku! Cepat!”
“Waduh dek, kayaknya hp itu ga` ada dengan aku! Salah
orang kali!”
Kembali aku amati wajah pria itu, sepintas memang tak
ada perbedaan sedikitpun. Tak henti aku tuduh dan paksakan dia untuk
mengembalikannya. Tiba-tiba datang seorang pria yang berparas sama, tapi pria
ini memakai kemeja hijau dengan kaos dalam berwarna hitam. Bingung melihat
kedua orang ini yang satunya dengan cengiran sok imut dan yang satunya dengan
wajah bingung setelah aku tuduh dia mengambil hpku. Sorot mataku langsung
tertuju ke arah pria berkemeja hijau itu, dengan cengiran anehnya dia
menyapaku.
“Ada apa mbak?”
“Mbak mbak kepala mu peyang! Cepat kembalikan hpku!
Sebelum aku naik darah!” aku sodorkan tangan kiriku dihadapannya.
“Plak…” ditepisnya telapak tanganku.
“Eh… emang aku pikirin! Terserah!” dengan wajah tak
bersalah dan beringas ia langkahkan kakinya mininggalkan aku. Spontan aku tarik
tubuhnya yang lebih besar dariku. Dan tak elaknya malah tubuhku yang terjatuh.
“Cewek gila, dengerin ya, Aku Ga` Tau! Ngerti!”
Suaranya yang sedikit besar dengan amarah yang
menggebu membuatku ciut untuk menyangkal. Kembali ditinggalkannya aku dengan
posisi yang masih terduduk dilantai. Melihat wajahnya yang seram tadi dan
suaranya yang ganas, naluriku sebagai seorang cewek menggelegar. Air matapun
tak dapat ditahan lagi. Menangis aku dibuatnya.
Aku rebahkan tubuhku dikursi hijau yang keras itu.
Meratapi kesialan hari ini. Mendapatkan musibah dan derita sendirian. Walaupun
tau dengan kota ini tapi aku tak kenal siapapun disini.
“toot….!” suara kereta api yang ingin berjalan. Tapi
sarafku seakan lumpuh dan tak ingin bekerja. Impuls yang tak mempan
membangunkan aku dari lamunan sedihku.
“Mbak mbak, keretanya udah berjalan tuh”
digoyangkannya tubuh mungilku.
“Apa apa, ada apa?”
“Keretanya sudah berjalan
mbak!”
BERSAMBUNG
Comments
Post a Comment