Jika aku harus jujur dengan keegoisanku.....
Satu
rasa malu yang mungkin dia tidak rasakan saat ini.
Aku
hanyalah seorang pria biasa, dan Tuhanlah yang memberi sedikit kelebihan untuk
aku olah. Tuhanlah yang memberikan sedikit keberuntungan untuk aku cicipi. Yah,
aku bukanlah seorang yang spesial dihadapanNya, maupun di hadapan keluargaku.
Baik itu kakakku, adik-adikku, dan orangtuaku.
Betapa
rasa sayang itu tak terbelenggu, dan waktu yang dia punya terbuang hanya untuk
memikirkan aku. Itu yang aku tangkap dari setiap puisi dan kata-kata yang ia
coba ungkapkan dari dulu hingga sekarang. Entahlah mungkin aku dulu mati rasa
dengan yang namanya rasa sayang, cinta atau apapun yang sejenis dengan itu. Aku
tak merasakan betapa dalamnya rasa sayang yang dia miliki. Yang aku pikirkan
hanya cita-citaku, keegoisanku untuk mendapatkan sesuatu. Aku tak sedikitpun
memikirkan tentang yang dia rasa.
Baiklah,
ini hanya segelintir kisah tentang perempuan yang aku kasihi. Tak banyak yang
aku tahu tentang dia. Hingga nama lengkapnya, hari ulang tahunnya, warna
kesukaanya, makanan favoritnya, keluarganya serta banyak lagi hal tetangnya, dan aku tak tahu semuanya. Entahlah apa yang
aku tahu tentang dia, hingga aku berani untuk bercerita mengenai dia. Betapa
hebatnya seorang penulis ingin becerita hal kebenaran, tapi yang dia tahu hanya
segelintir kecil. Bukankah itu sebuah kebohongan besar? Kebohongan yang hanya
akan menambah dosa dalam hidupnya. Aku harap aku tak begitu. Melalui tulisan
ini aku harap dia tahu, sungguh betapa berharga dirinya sebagai seorang
perempuan. Aku harap dia mengerti semua maksud cuekku padanya. Dan aku harap
dia tak lagi begitu membanggakan diriku.
Satu
lagi yang patut aku sampaikan, aku tidak
memaksa kalian untuk percaya akan kisah ini. Aku mohon maaf jika menurut kalian kisah ini sedikit berlebih,
tapi ini kisah nyata dan bukan sebuah sinetron ataupun film.
Hal
yang menjadikan hidupku bermakna sekarang adalah keluargaku. Aku baru merasakan
pentingnya arti seorang keluarga saat aku mulai hidup sebagai anak kostan. Dan
hal itu baru aku rasakan. Di keluargaku, aku begitu banyak menyakiti hati kakak
perempuanku, mungkin tak terhitung. Membuat dia meneteskan air mata, merasa
tersingkir, dan lebih banyak lagi. Memang terkadang dia sedikit jahat denganku,
tapi tak sejahat apa yang aku lakukan padanya. Dan sekarang aku baru mengerti,
karena aku baru merasakan berada di posisi dia dulu, apa yang dia rasa saat
sendirian, saat hidup sebagai anak kostan. Semua hal yang tidak aku pelajari di
rumah dan aku belajar itu di Surabaya tempat aku belajar sekarang.
Bagi
adik-adikku, aku bukanlah sosok seorang kakak yang perhatian, yang bisa
mendidik ataupun membimbing mereka. Aku jarang membuat mereka tertawa tapi aku
sering membuat mereka menangis, dan ikut merasakan apa yang aku rasa dulu, yang
seharusnya tak pantas mereka rasakan. Aku bukanlah sosok saudara baik bagi
mereka. Tapi sekarang, aku baru mengerti peranku dan aku mencoba memperbaiki
itu, walau susah untuk aku mulai. Karena aku masih merasakan canggung dan malu
dengan saudaraku sendiri. Untuk berkata jujur dan berhadapan langsungpun sulit
rasanya. Entah apa baiknya diriku di hadapan mereka. Aku belum pernah merangkul
bahu adik laki-lakiku yang seharusnya aku bimbing. Aku sedikit sulit untuk
mengungkapkan itu semua pada kakak dan adikku, tapi untuk mewakili itu semua, satu
kalimat buat kalian “aku sayang kalian”. Kalian saudaraku, aku bangga punya
kalian, dan bisa bersama kalian merupakan anugerah yang terindah ditiap hariku.
Satu
lagi yang sampai sekarang aku belum merasakan bahwa mereka bangga punya putra
seperti aku. Aku selalu menyusahkan mereka, merepotkan mereka. Tapi balasku
hanya sebuah rasa kecewa yang mereka dapatkan. Aku selalu membuat mereka kecewa,
menjadi beban pikiran mereka dengan perilaku yang aku buat. Aku sering keluar
rumah tanpa pamit. Aku sering keluar malam dan pulang subuh. Aku sering lupa
waktu jika dirumah, aku selalu menyendiri, lupa kalau aku punya orang tua, lupa
bermain dengan mereka, lupa berbicara dengan mereka. Aku sering tidak menuruti
mau mereka. Aku selalu mengucapkan kata nanti dan mengulur pekerjaan saat
mereka minta tolong. Dan apa yang aku kerjakan tidak sebaik yang mereka
harapkan. Aku menghancurkan barang kesayangan mereka. Aku menghilangkan barang
yang mereka dapatkan dengan susah payah. Dan banyak hal lagi yang tak bisa aku
ungkapkan betapa tidak spesialnya aku. Walau begitu banyak prestasi yang aku
raih, tapi tak sedikitpun aku melihat torehan kebahagian di raut wajah mereka.
Tak pernah aku dengar kalimat dari mereka “aku bangga padamu” saat aku meraih
suatu prestasi. Entah mereka memang sulit mengatakannya padaku, atau tidak
punya waktu untuk mengatakannya, atau mereka malu untuk mengatakannya padaku, atau
memang prestasi yang aku raih tak begitu membanggakan bagi mereka. Yang aku mau
hanya sebuah peluk hangat dari mereka atas semua kerja kerasku dan hanya untuk
melihat mereka bahagia. Walaupun itu tak aku dapat, tapi aku akan tetap
melakukan yang terbaik, selalu ingin menghasilkan prestasi sebaik mungkin
hingga mereka bisa bahagia dan mengatakan “aku bangga padamu nak”. Yah, kata
itu, kata yang sering aku dengar di sebuah film keluarga yang tak aku dapat di
kehidupan nyataku. Tapi yang jelas aku juga sayang mereka. Aku sayang keluargaku
dan baru aku rasakan sekarang.
Oke,
keluargaku inilah yang belum merasa spesial mempunyai aku. Tapi perempuan yang
ingin aku ceritakan ini sungguh seorang perempuan yang luar biasa. Dari
berbagai tulisan, untaian kata yang dia buat untukku, yang mungkin jika aku
baca dan orang baca, betapa spesialnya aku, betapa sempurnanya aku! Yah, itu
yang ia selalu ceritakan pada tulisan di websitenya, tak seperti apa yang aku
pikirkan. Tapi itulah yang menjadi pandangannya buatku.
Yang
aku ingat dan aku pernah baca di website yang dia punya. Awalnya, dia mulai
mengenalku saat dibangku SMP saat aku menduduki kelas delapan dan dia kelas
tujuh. Dia adalah adik tingkatku. Yah, dia satu tahun di bawah aku. Funny nama
panggilannya, nama lengkapnya aku tak tau, dan entahlah apakah benar ejaan nama
yang dia punya. Kata teman-temanku ketika dia ingin mendapatkan nomor handphoneku, hal itu begitu sulit.
Hingga dia harus membayar orang untuk mendapatkan nomor handphoneku itu. Orang yang dia bayar itu adalah teman-temanku dan
pastinya aku tahu tetang hal itu, karena teman-temanku cerita padaku.
Selama
dibangku SMP ternyata dia mencari info tentang aku, hingga ada beberapa hal
yang aku tak tahu tentang kebiasaanku tapi dia tahu akan hal itu dan aku tak
menyadari hal itu sedikitpun. Aku lupa kapan pertama kali dia menghubungi aku
lewat handphone, tapi hari itu dia ingat. Aku lupa berapa nomor handphoneku saat itu dan diapun ingat
akan hal itu. Seingatku memang aku sering SMSan dengannya waktu SMP tapi aku
anggap itu hanyalah sebuah percakapan biasa. Dan tanpa aku sadari dia menginginkan
sebuah harapan untuk bisa lebih dekat denganku. Tapi hal itu tak pernah aku
anggap serius.
Masa
SMP telah berakhir , hingga SMA aku masih mendapatkan namanya di kotak masuk
pesan handphoneku. SMSnya masih terus
ada di handphoneku, terkadang aku
sedikit kesal dan risih dengan sikapnya yang sedikit berlebihan untukku.
Memberikan banyak puisi, untaian kata, yang sebenarnya tak jarang aku tak
membaca apa yang dia tulis. Karena tulisan itu tak sedikit yang dia kirimkan.
Hingga suatu saat dia mencoba berani dan jujur mengatakan rasa sayangnya
padaku. Aku balas dengan alasan,
“aku
masih ingin belajar, aku masih belum mau membuat suatu hubungan spesial,”
dan
dia menerima hal itu. Entah berapa kali ia mencoba jujur tentang hal itu tapi
tak jarang aku tak merespon. Hingga datang pada hari itu. Dia mengungkapkan
rasa sayangnya padaku lagi. Dan kondisiku saat itu memang lagi banyak pikiran
dan banyak hal yang membuat aku tertekan. Hingga aku mengungkapkan satu kata
yang bermakna, “aku akan coba”. Kalau tidak salah dan seingatku aku mengatakan,
“bagaimana kalu kita jalani saja. Siapa tahu rasa sayang itu bisa tumbuh dengan
seiringnya waktu. Aku akan mencoba hal itu.” Dan ternyata teori itu salah,
setelah menjalankan status itu aku tak sedikitpun merasa ada perubahan rasa
dengannya. Memang benar kata pepatah, tak kenal maka tak sayang.
Yang
aku ingat selama menjalani status pacaran denganya aku tak sedikit pun ingin
tahu tentangnya, dan tak banyak perubahan pengetahuan ku tentang nya. Aku tetap
belum mengenal dia, walaupun curahan perhatian yang dia selalu berikan padaku.
Dua kejadian yang aku ingat hingga sekarang. Setiap kali aku jalan dengan nya.
Hari itu dalam selau keadan hujan. Dan sebenarnya, kita baru jalan dua kali
selama menjalani status itu. Entahlah, itu mungkin suasana yang mungkin tak
begitu baik bagi anak muda. Hujan-hujanan di jalan dengan yang bukan muhrimnya.
Satu
pelajaran yang aku dapat saat itu, rasa sayang tidak akan ada jika hanya dengan
kata-kata. Telah berbulan-bulan aku jalani status itu. Entah berapa bulan
tepatnya, aku tak menghitungnya. Hingga satu itu, aku memutuskan untuk
mengakhiri status pacaran itu. Aku memberikan penjelasan yang detail tentang
alasanku. Memberikan alasan yang sedikit menyakitkan. Dan akhirnya dia bisa
menerima alasan itu, walau sepertinya dia sedikit berat menerima keputusan itu.
Singkat
cerita, aku tak tahu mengapa dia masih bertahan dengan perasaannya itu, hingga
sekarang. Hingga aku sudah menginjaki bangku kuliah, di matanya aku masih tetap
menjadi spesial. Entah apakah sudah berkurang atau sedikit terhapus. Tapi itu
yang aku tangkap dari untaian kata yang kembali dia berikan buatku baru-baru
ini. Kata indah yang tak pernah aku baca dan tak pernah aku coba mengerti
maknanya. Dan kata-kata yang dia buat seperti itu sering kali aku baca, dan via
SMS yang dia kirimkan padaku. Kalau tidak salah hal semacam ini telah
berlangsung selama lima tahun. Tapi untuk tepatnya mungkin dia yang tahu, aku
tak begitu tahu dan memperhatikan tetang hal itu.
Satu
hal yang seharusnya dia tahu tentang apa yang aku rasakan sekarang.
“Aku
sedikit malu, dan malas menanggapi perempuan yang sedikit berlebihan. Sekarang
aku sudah dewasa. Aku mulai mau mencari gadis lain yang memang benar-benar aku
sayangi. Dan itu semua masih terhalang dengan semua apa yang kau expose tentang aku. Aku belum bisa
menjelaskan pada mereka siapa kau sebenarnya. Kau masih saja bertindak seolah
aku ini hanya untuk mu. Aku punya kehidupan dan aku ingin menjalani hidupku
sesuai dengan yang aku mau. Walau ini sedikit kasar tapi ini lah yang aku rasa.
Aku hanya ingin kau tahu.”
“Maafkkan
aku. Aku tak pernah mengerti bagaimana posisimu, tak pernah ingin peduli
tentang apa yang kau rasa. Tak pernah ingin tahu tetang kau. Tapi setidaknya
aku tahu sedikit tentang perjuangan mu, tahu sedikit tetang menyayangi dan
disayangi. Aku hanya berharap kau berhenti “menunggu” seperti kata yang sering
kau ungkapkan. Berhenti menganggap aku ini seorang yang patut disayangi. Aku
tak ingin kau menjadi lebih terluka karena aku. Aku tak ingin menyakitimu lebih
dalam. Aku juga bingung harus bagaimana aku menyikapi semua ini. Aku belum bisa
membalas apa yang telah kau berikan untuk ku. Dan aku sangat berharap kau
berhenti melakukan sesuatu mengenai diriku. Berhenti memikirkan aku, karena aku
tak sama sekali melakukan hal itu padamu. Aku masih ada cita-cita, aku masih selalu
ingin membuat orangtuaku bahagia, begitu juga kau. Aku ingin mendapatkan kata-kata
yang aku dambakan. Kita sudah dewasa, aku dan kau sudah sama-sama mengerti
tetang banyak hal. Sekarang kau sudah tumbuh menjadi seorang gadis. Gadis dari
orangtuamu. Gadis dari saudaramu. Laukankanlah lebih banyak hal yang bermanfaat
untuk keluargamu. Karena aku kurang pantas untuk semua hal yang kau beri
untukku. Dan jodoh itu Tuhan yang atur. Percayalah!”
Satu
isi hati yang mungkin bisa aku sampaikan buatnya agar manjadi bahan
pemikirannya melalui cerita ini. Satu lagi hal yang sepertinya perlu aku
katakan padanya, aku akan tetap menjadi kakak yang dia inginkan. Tapi aku berharap
dia melakukan semua harapku itu.
Comments
Post a Comment