Pendidikan Indonesia vs Jepang
Indonesia vs Jepang. Well, kedua negara ini sama - sama
pernah dijajah oleh negara lain. Bedanya, Jepang pernah menjajah Indonesia tapi
Indonesia belum pernah menjajah Jepang. Ketika Indonesia merdeka, yaitu pada
1945, Jepang malah dibombardir habis-habisan oleh sekutu. Hal tersebut ditandai
dengan hancur leburnya kota Nagasaki dan Hirosima. Secara logika, bukankah
Jepang dan Indonesia bisa tumbuh, berkembang dan maju bersama, karena kedua
negara ini sama - sama memulai membangun fondasi mulai dari nol lagi. Namun,
kenyataannya sekarang Jepang lebih jauh berlari meninggalkan Indonesia.
Satu hal yang bisa mendasari pebedaan Jepang dan Indonesia,
"pendidikan". Yah, hal inilah yang membedakan negara kita dan Jepang.
Padahal pendidikan merupakan satu hal yang penting baik bagi kemajuan individu
maupun kemajuan suatu negara. Saat itu Indonesia kurang memperhatikan
pendidikan tapi Jepang menomor satukan hal ini terutama kesejahteraan guru.
Selain itu, pengaruh sistem pendidikan saat masa kependudukan Jepang masih banyak
melekat di Indonesia padahal penjajahan Belanda di Indonesia berlangsung selama
tiga setengah abad, lebih lama dari pada Jepang. Contohnya pada sistem
penjenjangan pendidikan di Indonesia pasca kemerdekaan. Ketika akhir pendudukan
Jepang, pola sistem penjenjangan yang berlaku adalah 6-3-3-4, begitu Indonesia
merdeka ternyata sistem penjenjangan ini diteruskan dengan menerapkan 6 tahun
bagi SD, 3 tahun bagi SMP, 3 tahun bagi SMA, dan 4 tahun sampai 6 tahun bagi
perguruan tinggi. Walaupun dengan jenjang pendidikan yang sama masih saja
Indonesia tertinggal jauh.
Pasca kemerdekaan, sistem pendidikan di Indonesia mengalami
serangkaian transformasi dari sistem persekolahannya bahkan hingga sekarang.
Dewasa ini, sistem pendidikan Indonesia bisa dibilang terombang ambing hampir
setiap tahun ada perubahan selalu melakukan percobaan percobaan yang korbannya
adalah anak didik sendiri yang merupakan aset bangsa. Salah satu contoh yang
sangat mencolok adalah ujian nasional, baik sistem maupun target nilai
kelulusan selalu berubah ubah dan semakin lama semakin meningkat, sungguh galau
sistem pendidikan di negara kita. Proses pembodohan untuk melakukan kecurangan
dari tahun ketahun terus ditingkatkan. Hal tersebut bukannya menjadikan pihak
sekolah berupaya meningkatkan mutu mengajarnya untuk meningktkan jumlah
kelulusan. Pihak sekolah justru mencari cara agar pada saat UAN nanti mampu
memperoleh bocoran soal dan membantu siswa-siswanya.
Hal di atas bukan lagi menjadi sebuah rahasia. Jika kita
perhatikan laporan pemberitaan media tentang soal ujian yang bocor atau adanya
pihak guru yang bekerjasama dengan kepala sekolah untuk memberikan kunci
jawaban kepada siswa dari tahun ketahun tetap ada. Bahkan sebenarnya yang tidak
ketahuan lebih banyak lagi. Apalagi bagi sekolah unggulan atau sekolah favorit
justru berupaya keras tetap menjaga angka kelulusan siswanya yang tinggi
meskipun dengan cara yang salah. Dengan sistem pendidikan dan cara belajar
seperti ini saja terlihat bagaimana proses belajar kita yang salah, UAN bukan lagi
menjadi cambukan untuk siswa untuk terus belajar tapi malah cambukan bagaimana
siswa diajarkan untuk mencontek. Dilain pihak, misalkan proses kecurangan ini
dihapuskan malah akan menjadi suatu tekanan yang berat bagi siswa karena taraf
nilai kelulusan setiap tahun selalu meningkat.
Dalam Undang - undang Sisdiknas Tahun 2003 disebutkan bahwa,
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Jika kita tinjau dari tahap akhir belajar di Indonesia
adalah UAN dengan tingkat kecurangan yang semakin menjamur,maka hal ini sangat
jauh melenceng dari tujuan pendidikan Indonesia sendiri.
Jadi wajar saja jika Indonesia mengalami ketertinggalan
dibandingkan Jepang. Bukan lagi masalah pelajar dan guru yang kurang
berkompeten atau SDM Indonesia lebih rendah dibandingkan di Jepang! Sebenarnya
SDM Indonesia sama bagusnya dengan SDM di Jepang, hal ini dibuktikan banyaknya
profesor yang sebagian di antaranya lulusan universitas bergengsi dari luar
negeri dan juga semakin banyaknya putra bangsa yang sudah menoreh prestasi pada
tingkat intrnasional. Lalu, di mana letak kekurangan Indonesia? Sistem
pendidikan? Yah, karena sistem pendidikan adalah ujung tombak kemajuan suatu negara.
Bila disuatu negara tersebut terdapat banyak orang cerdas yang tak hanya
pintar, maka negara tersebut akan maju, begitu pula sebaliknya.
Mungkin kita perlu banyak belajar mengenai cara belajar
orang Jepang karena negara ini telah banyak melahirkan orang orang yang luar
biasa. Oleh sebab itu tak sedikit negara yang belajar dari kesuksesan negara
ini dalam menciptakan SDM yang bekompeten. Hal inilah yang membuat negara
Jepang menjadi salah satu negara termaju dalam berbagai bidang kehidupan
seperti, ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, sosial, politik, dll.
Kemajuan-kemajuan ini tentu berkaitan erat dengan kemajuan pendidikan juga.
Mari kita melirik sedikit bagaiamana sistem pendidikan dan
cara belajar orang jepang. Pada umumnya metode pengajaran yang digunakan
sekolah-sekolah di Jepang adalah kombinasi dari penjelasan dan tanya jawab
dengan guru, diskusi antar murid, dan eksplorasi oleh murid sendiri dengan
menggunakan alat pembelajaran. Hal ini dilakukan dengan diuraikan materi apa
yang akan dibahas, apa yang harus dilakukan murid, dan apa yang harus dilakukan
guru, serta bagaimana cara melakukannya yang semuanya dinyatakan dalam rencana
kerja (working plan) yang disiapkan guru untuk setiap pertemuan kelas. Dengan
demikian, baik murid maupun guru memiliki pedoman arahan yang jelas dalam
proses belajar - mengajar. Di awal biasanya murid memberikan penjelasan sebagai
pengantar, kemudian murid melakukan diskusi sesama mereka dan atau
mengeksplorasi menggunakan alat pembelajaran seperti multimedia, laboratorium.
Sistem pendidikan di Jepang, pada awal memasuki jenjang
persekolahan diterapkan dasar yang kuat yang ditanam pada para siswa untuk
bidang studi matematika dan ilmu pasti. Hal tersebut didukung juga komitmen
masyarakat yang kuat pada keunggulan akademik, keselarasan hubungan antara
pengajar dan peserta didik, serta budaya pengajaran yang sarat perencanaan dan
implementasi yang matang. Tak hanya itu penegakkan disiplin patuh terhadap guru
dan sekolah menyebabkan anak didik di Jepang secara riil menggunakan
waktu sekolah lebih besar dari pada anak-anak sekolah di
negara lain.
Sistem pendidikan di Jepang juga telah berhasil melibatkan
orang tua anak didik dalam pendidikan anak-anaknya. lbu, khususnya senantiasa
memperhatikan, memberikan pengawasan dan bantuan belajar kepada anak-anaknya.
Tambah lagi, lbu-ibu ini terus secara berkesinambungan membuat kontak dengan
para guru. Di luar sekolahpun masih berkembang kursus-kursus yang membantu anak
didik untuk mendalami mata pelajaran yang dirasa kurang dikuasai. Status
gurupun sangat dihargai dan gaji guru relatif tinggi. Hal ini mengakibatkan
pekerjaan guru mempunyai daya
tarik.
Namun ada beberapa kelemahan dibalik semua sistem tersebut,
dari waktu ke waktu anak didik di Jepang dikejar-kejar oleh pekerjaan rumah,
ulangan dan ujian. Namun demikian, kuranglah tepat kalau secara tegas ditarik
kesimpulan bahwa sistem pendidikan yang menekankan disiplin dan hafalan serta
daya ingat sebagaimana yang diterapkan di Jepang lebih hebat dari pada sistem
pendidikan yang menekankan kebebasan, kemandirian dan kreatifitas individual.
Jika dilirik lebih dalam bisa dibilang para siswa di Jepang tidak bisa
"menikmati" enaknya sekolah. Selain itu, selama bertahun-tahun sistem
pendidikan di negeri sakura ini dinilai terlalu kaku dalam mengaplikasikan
ujian masuk bagi para calon siswa baru serta semata-mata menekankan kemampuan
ingatan terhadap fakta-fakta yang ada. Kalau dilihat dengan kacamata teori
pendidikan barat, Sistem pendidikan di Jepang bisa dikategorikan sebagai suatu
sistem pendidikan tradisional. Pemerintah pusat memegang kontrol pendidikan,
termasuk menentukan kurikulum yang berlaku secara nasional baik bagi sekolah
negeri ataupun sekolah swasta. Pengajaran menekankan hafalan dan daya ingat
untuk menguasai materi pelajaran yang diberikan. Materi pelajaran diarahkan
agar murid bisa lulus ujian akhir atau test masuk ke sekolah lebih tinggi,
tidak mengembangkan daya kritis dan kemandirian murid. Semua murid diperlakukan
sama, tidak ada treatment khusus untuk murid yang tertinggal.
Berdasarkan paragraf di atas, sebenarnya ada kemiripan
sistem pendidikan di Jepang dengan Indonesia. Di Indonesia ada UAN dan di
Jepang pun ada ujian akhir, yang membedakan hanya saja tingkat disiplin dari
pihak pengajar dan yang diajar. Di sana melakukan kecuranga atau mencontek
ditindak tegas, lah di Indonesia mencontek sudah kadung menjadi budaya dan
telah menjamur.
Berikt beberapa perbedaan yang menyolok pada sistem
pendidikan dikedua negara ini,
1. Dalam tujuan umum pendidikan Jepang mengutamakan
perkembangan kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai individual, dan
menanamkan jiwa yang bebas. Sedangkan di Indonesia pendidikan bertujuan agar
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
2. Kurikulum TK di Jepang tidak membebani anak, karena anak
tidak dijejali materi-materi pelajaran secara kognitif tetapi lebih pada
pengenalan dan latihan ketrampilan hidup yang dibutuhkan anak untuk kehidupan
sehari-hari, seperti latihan buang air besar sendiri, gosok gigi, makan, dan
lain sebagainya. Sedangkan kurikulum di Indonesia telah berorientasi pada
pengembangan intelektual anak.
3. Pendidikan wajib di Jepang gratis bagi semua siswa,
bahkan bagi anak yang kurang mampu mendapat bantuan khusus dari pemerintah
pusat maupun daerah untuk biaya makan siang, sekolah, piknik, kebutuhan
belajar, perawatan kesehatan dan kebutuhan lainnya, sedangkan di Indonesia
masih sebatas slogan (kecuali di daerah tertentu, seperti kebijakan di
Sukoharjo, tetapi baru terbatas biaya sekolah saja).
Seharusnya sistem pendidikan untuk suatu negara harus sesuai
dengan falsafah dan budayanya sendiri. Mengambil alih suatu sistem atau gagasan
dibidang pendidikan dari negara lain harus dikaji penerapannya dengan latar
belakang budaya yang ada. Sebagai contoh, sekarang ini dunia pendidikan
Indonesia sedang dilanda semangat untuk menerapkan sistem pengajaran yang menekankan
"proses", dengan metode pengajaran yang disebut "Inquiry
Teaching Method".
Metode ini sangat ampuh untuk meningkatkan critical thinking
anak didik. Tapi dalam praktek metode ini masih sulit untuk bisa diterapkan di
kelas kelas di Indonesia. Mengapa ? Sebab metode ini menuntut adanya suasana
yang bebas di kelas dan anak didik memiliki semangat untuk mencari kebenaran
dan keberanian untuk mengutarakan gagasannya. Dan hal ini yang belum dimiliki
oleh kelas-kelas dinegara kita. Oleh karena itu gagasan menerapkan metode
inquiry perlu didahului mengembangkan kondisi-kondisi yang diperlukan.
Yah, Indonesia memang perlu bekerja keras untuk mulai menanamkan pada diri para
siswa bahwa mereka sebenarnya memiliki kebebesan berfikir dan berkarya sesuai dengan
hobi dan potensi yang dimiliki, karena setiap siswa memiliki hobi yang tentu
tidak sama. Dan tentunya jika Indonesia mengutamakan proses belajar siswa maka
tentunya ujian akhir tidak akan lagi menjadi momok yang menyeramkan bagi para
siswa. Merdeka untuk "Indonesian next generation".
Comments
Post a Comment