AKU TANPA HATI
Salah satu kata yang membuat hati dongkol: ter-tipu. Entahlah, saat tertipu pun masih bisa ter-senyum. Antara senyum miris dan geli. Alangkah-alangkahnya.
Penipu itu memang cerdas. Cerdas. Sangat cerdas. Seribu satu macam cara pasti sudah terpikirkan olehnya. Jika tidak berhasil yang ini, masih bisa menggunakan cara yang itu, alternatif lain cara yang ini-itu, jika tidak cara-cara yang lainnya. Owh ... penipu. Alangkah kejamnya si penipu.
Perjalanan Jakarta-Bogor kali itu sangat membekas. Tuhan memberikan aku pelajaran yang sangat berharga. Pelajaran yang tak ternilai. Selepas itu, aku sangat sadar. Tuhan masih sayang padaku. Sangat sayang. Toh ... buktinya dia memberikan cobaan ini. Katanya, salah satu tanda sayang Tuhan pada makhluknya adalah dengan memberi cobaan. Dan aku adalah salah satu makhluk yang masih disayang Tuhan.
"Permisi, Bang."
"Iya, ada apa Mbak? Ada yang bisa dibantu?"
"Aku sedang kesusahan, Bang. Sudikah Abang menolongku yang fakir ini?"
"Kalau boleh tahu, apakah yang bisa aku tolong untuk Mbak?"
"Jika berkenan, bolehkah aku meminjam hatimu, Bang? Hanya untuk beberapa menit saja."
"Mengapa harus hati?"
"Karena hati adalah salah satu hal yang paling berharga dari manusia. Karena melalui hati kita dapat melihat ketulusan dan cinta."
"Itu kau tahu! Kalau hati adalah salah satu hal yang paling berharga. Bagaimana bisa aku akan memberimu hatiku? Memberikan salah satu hal yang palih berharga dari yang aku punya kepada orang yang baru aku lihat. Belum aku kenal. Itu adalah hal yang paling tidak mungkin. Bagaimana bisa?Namamu pun aku belum tahu. "
"Justru itu, aku mau meminjam hatimu karena aku melihat ketulusan yang mendalam. Kau orang baik. Itu terlihat dari bola matamu dan terpancar dari hatimu. Sudikah Abang meminjamkannya hanya untuk sebentar saja?"
"Mengapa kau harus memilih hatiku? Aku tidak memercayaimu!"
"Tolonglah ... bukankah tadi sudah aku jelaskan?! Kasihanilah aku Bang."
"Untuk apa kau ingin meminjam hatiku?"
"Aku hanya ingin merasakan hati seorang yang tulus sepertimu. Biarkan aku merasakannya sekali ini saja. Tolonglah ... sebentar saja. Tak akan lama."
"Apa jaminannya?"
"Kepercayaan. Percayalah padaku. Kepercayaan adalah salah satu hal yang paling berharga di dunia ini."
Setelah berdebat sengit. Dan wanita itu mencoba kuat meyakinkanku. Aku pun luluh. Entah mengapa?! "Baiklah, ini aku pinjamkan." Kuberikan hatiku. Hati yang ikhlas dengan jaminan kepercayaan.
Setelah itu. Ternyata ... ia pergi. Membawa hatiku. Alangkah konyolnya aku.
Sekarang aku tak punya hati dan meragukan kepercayaan.
Comments
Post a Comment