SEKEJAM ITUKAH CINTA?


Di bawah terik matahari pagi, aku terduduk, temangu dalam diam. Di bawah pohon rindang tepatnya. Pikiranku melesat beberapa menit ke belakang.

Saat itu, aku mengantar Dodi ke Stasiun Banyuwangi Baru, sekaligus menemaninya menunggu kereta yang akan ia tumpangi. Ia akan berangkat ke Yogyakarta untuk sebuah kepentingan yang teramat penting baginya. "Ini masalah hati, Bro!" ia ucapkan kata itu lamat-lamat.

"Masalah hati? Ah ... kau terlalu dramatis, kawan." Aku memang telah lama tak menyentuh 'cinta'. Memikirkannya pun tidak. Cinta telah aku campakkan ke laut. Aku lempar ke luar angkasa. Hingga aku pun tak mengenalnya lagi. Aku rasa wajar saja jika tanggapanku demikian.

"Bro, hidup ini akan lebih berwarna dengan cinta. Sekali pun itu warna hitam. Gelap. Entahlah ... yang aku sadari, mencintainya adalah salah satu hal yang sangat aku takuti. Takutku bukan lagi suatu yang biasa. Aku takut ia akan bosan. Aku takut akan menyakiti hatinya. Aku takut ia akan meninggalkanku. Aku takut mencintainya ... tapi aku benar-benar cinta. Cintaku terperangkap dalam takut yang membelenggu." Dodi menceritakan itu dengan mata yang berkaca-kaca. Ah ... alangkah mengerikan cinta yang sedang ia alami.

"Lantas ... kenapa kau mencinta, kawan?"

"Itulah yang namanya cinta, Bro. Ketika itu juga, aku telah memasrahkan hati ini untuk ia renggut. Aku pasrahkan detak jantungku ini berdegup karenanya. Hingga akhirnya aku terperangkap ... tersesat dalam pikirku yang selalu berkutat padanya. Aku berharap ia tak membiarkan ... aku ... terperangkap dengan rindu yang ia titipkan. Ah ... alangkah berat titipan yang ia berikan. Aku telah memberikan separuh jiwaku untuknya." Dodi masih bercerita dengan suara yang dalam. Sepertinya ia telah terhipnotis oleh cinta.

"Waw ... waw ... waw .... Alangkah-alangkah-alangkah. Ah sudahlah. Sepertinya kau mulai cengeng, Kawan!" Aku sepertinya masih tidak mempercayai cinta. Meremehkan rasa.

Namun, sepertinya Dodi tak menggubris tanggapanku. Ia kembali melanjutkan ceritanya, "aku sangat memohon ... semoga ia membalas ketakutanku itu dengan cintanya. Dengan sayangnya. Dengan senyumnya. Dengan hangatnya. Hati ini telah menjadi miliknya. Asal ia tahu. Itulah mengapa aku harus berangkat, Bro. Ini urusan HATI! Aku yakin ia adalah takdirku. Dan kau pasti tidak akan mengerti!" Sepertinya ia mulai jengah dengan tanggapanku.

"Tooot ...." Suara kereta terdengar. Dodi harus berangkat. Percakapan kami pun terputus karena suara itu. Ia mengucapkan salam padaku dan membisikkan sesuatu, "cinta itu bisa lebih seram daripada hantu dan bisa lebih indah daripada pelangi!" Ia menepuk punggungku dan melambaikan tangan sebagai salam perpisahan.

Aku? Aku hanya terdiam hanya karena kalimat puitis yang sedari tadi Dodi ucapkan. Aku berjalan keluar stasiun dan terduduk di bawah pohon rindang.

Kau tak akan tahu jika kau tak merasakan langsung.

Comments

Popular

Menikmati Alaminya Wisata Danau dan DAM Gegas, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan

OPPO Service Center Lubuklinggau Siap Melayani Kamu

5 Tips Liburan Ala Film Brave (Walt Disney)

Puisi Resah Sang Pencari Kerja

Gajah Mada adalah Gaj Ahmada