TIDAK PASTI ADALAH KEMUNGKINAN TERBESAR
“Hidup ini memang penuh dengan ketidak-pastian. Apa yang ia pikirkan, belum tentu sama dengan yang aku pikirkan.”
Tiba-tiba saja pemuda itu membuka
percakapan pagi ini tanpa alasan. Aku telah duduk di sampingnya, di dalam bus tujuan
Yogyakarta selama lebih dari satu hari. Hadi namanya. Kami telah berkenalan
sejak pertama masuk ke dalam bus tersebut. Topik percakapan pun sudah meluber
ke-mana-mana. Mungkin pagi ini dia mencoba membuka topik yang sepertinya
sedikit berkesan dalam hidupnya.
Hadi menceritakan kejadian sebelum
berangkat ke Yogyakarta. Hadi bertengkar kecil dengan pacarnya. Pemuda ini
mulai bercerita dengan suara yang dalam, “waktu itu aku mencoba menebak sesuatu
yang mencerminkan gerak-geriknya. Namun, ia menyangkal. Ya, bisa saja ia
menyangkal. Permainan kata-kata di dunia ini masih berlaku dan masih ada. Ia
bisa saja berbohong dan berkhianat dengan pikirannya. Namun, gerak-geriknya
telah mengisyaratkan sesuatu. Bukan maksud menuduhnya dengan pisau tajam nan
runcing namun kita sama-sama tahu, kita bukanlah anak kemarin sore!”
Hadi diam sesaat. Aku pun diam.
Kami hening sejenak. Tak lama setelah itu, aku coba memecahkan keheningan, “lantas
apa sebenarnya yang terjadi?”
Hadi tak menjawab pertanyaanku. Ia
melanjutkan ceritanya, “waktu itu, ia masih bersikukuh menyangkal dan menapik
kenyataan sebenarnya. Namun, gelagatmu semakin kentara. Ya, memang masih banyak
kemungkinan yang berujung ketidak-pastian yang bakal terjadi. Apakah ia sedang
tidak sehat? Apakah ia sedang tidak waras? Apakah ia sedang ada masalah? Apakah
ia sedang ada beban? Banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Namun,
semua-dari-semua-kemungkinan itu, ia dalam kondisi tidak biasa. Lantas, aku?
Ya, aku mencoba memahami dan mengerti. Namun, harusnya ia perlu ingat bahwa aku
bukan lagi anak bau kencur. Bukan lagi bocah ingusan. Bahkan sekarang aku ganti.
Aku bukan anak kemarin senja!”
Sepertinya aku tak perlu merespon
ceritanya. Ia nampak masih ber-api-api. Aku sodorkan sebotol minuman yang aku
ambil dari ranselku. Minuman teh dalam kemasan botol. Kemudian, aku tersenyum
lirih sambil menepuk pundaknya. Semoga ia mengerti maksudku.
Aku hanyalah seorang mahasiswa
biasa yang menyukai proses selama perjalanan. Perjalanan apa pun itu, aku
selalu menikmatinyanya. Aku belajar banyak hal dari proses perjalanan tersebut,
belajar menghargai, belajar mendengarkan, belajar bahwa hidup ini bukanlah
layaknya negeri dongeng atau pun sinetron televisi.
Comments
Post a Comment